Tahun 1969, pesawat Apollo 11 berhasil membawa dan
menjejakkan manusia untuk pertama kalinya di Bulan. Tentu kita semua ingat
siapa itu Neil Amstrong, manusia pertama yang menjejakkan kaki di Bulan.
Namanya menghiasi buku IPA di SD, SMP maupun SMA. Tak pelak peristiwa ini bisa
dikatakan menjadi salah satu tonggak sejarah penting dunia IPTEK. Dengan
demikian, impian untuk menjelajah lebih jauh lagi dari Bulan hanya menunggu
waktu untuk direalisasikan.
Tapi kalau pendaratan itu palsu, harusnya Uni Soviet sudah
menjadikan ini sebagai sebuah serangan balik bagi Amerika. Tapi sampai saat
ini, bahkan saat histeria pendaratan itu terjadi, pihak Soviet tidak memberikan
reaksi menyerang.
Jika dilihat dari foto yang dipublikasikan memang ada
beberapa hal yang aneh. Diantaranya foto yang memperlihatkan bendera tampak
berkibar padahal di Bulan tidak ada atmosfer dan angin. Selain itu ada juga
foto yang tidak memperlihatkan adanya satu bintangpun pada langit latar
belakang Bulan yang gelap.
Bendera Berkibar Tanpa Angin? Mustahil!
Bendera yang berkibar mungkinkah? Pertanyaan ini sering
muncul jika melihat foto pendaratan Apollo. Di bulan kan tidak ada angin. Tapi
memang untuk bisa berkibar, bendera tidak selalu membutuhkan angin. Setidaknya
di ruang angkasa hal inilah yang terjadi. Pada kondisi di Bulan, bendera
dipancangkan bukan hanya pada tiang vertikal, tapi terdapat juga tiang horizontal
yang ditambahkan di bagian atas bendera, sehingga bendera tersebut tampak
tergantung dan merentang. Selain itu permukaan Bulan yang keras mempersulit
pemancangan tiang bendera, sehingga para astronot harus memutar tiang tersebut
maju mundur agar bisa ditanamkan di tanah bulan. Akibat gerakan ini, bendera
tersebut berkibar, atau yang sebenarnya lebih tepat jika disebut bergetar. Di
Bumi kibaran bendera terjadi beberapa detik dan diperlambat oleh udara, tapi
kondisi vakum di Bulan menyebabkan gerakan bendera tersebut tidak akan berhenti
karena tidak ada gaya dari luar yang menghentikannya.
Di Langit Tak Ada Bintangkah?
Pertanyaan lain yang muncul saat melihat foto-foto yang
dipublikasikan, mengapa tidak ada bintang pada gambar yang diambil para
astronot dari permukaan Bulan. Logikanya tanpa atmosfer otomatis langit Bulan
menjadi gelap. Jika demikian tentunya pengamat bisa melihat objek-objek terang
seperti bintang.
Pada langit Bumi, partikel-partikel atmosfer Bumi akan
menghamburkan cahaya matahari pada panjang gelombang biru, sehingga langit
siang hari pun tampak biru. Berbeda dengan Bulan, yang hampir dapat dikatakan
tidak memiliki atmosfer sehingga langit senantiasaÊ gelap, baik siang maupun
malam. Jadi, jika kita berada di Bulan, tentunya bintang akan selalu terlihat.
Tetapi kenapa tidak terekam dalam gambar yang diambil Apollo? Dalam foto itu,
sebenarnya bintang tersebut ada, namun terlalu redup untuk ditangkap kamera.
Kamera dan film yang digunakan oleh para astronot disetel untuk mengambil
gambar-gambar kegiatan di Bulan. Exposure timenya diatur sedemikian rupa agar
dapat merekam kondisi permukaan Bulan yang terang, bukan untuk mengambil gambar
objek-objek lemah pada langit latar belakang.
Jejak Kaki yang Membandel
Pada foto yang lain, tidak tampak adanya lubang bekas
semburan roket pada lokasi pendaratan. Untuk roket seukuran Apollo seharusnya
semburannya dapat menimbulkan lubang yang besar pada permukaan Bulan. Jadi,
bagaimana bisa roket mendarat mulus tanpa membekaskan jejak besar?
Untuk melakukan sebuah pendaratan tentu tidak dilakukan
dengan kecepatan tinggi tapi dengan kecepatan yang diperlambat. Tidak ada satu orangpun
yang memarkirkan mobilnya dengan kecepatan 100 km/jam. Hal yang sama berlaku
juga pada Apollo 11. Semburan roket memiliki dorongan 5000 kg, tetapi roket
tersebut diperlambat sampai sekitar 1500 kg saat mendekati permukaan. Dengan
diameter pipa pengeluaran roket sebesar 54 inci (dari Ensiklopedia
Astronautica), dan ukuran roket sekitar 2300 inci persegi, semburan roket hanya
menimbulkan tekanan sekitar 0.75 kg /inci persegi. Tekanan sebesar ini tidak
akan sampai menimbulkan jejak lubang yang besar.
Hasil foto-foto yang diambil di Bulan juga memperlihatkan
adanya bayangan yang kurang gelap. Obyek yang seharusnya gelap karena berada
dalam daerah bayangan, tetapi dalam foto dapat jelas terlihat, termasuk tulisan
di sisi pesawat. Jiika Matahari merupakan satu-satunya sumber cahaya, dan tidak
ada udara yang dapat menghamburkan cahaya, seharusnya bayangan yang terjadi
sangat gelap. Sebuah persepsi yang salah. Memang ini bukan diÊ Bumi dan cahaya
Matahari tidak dapat dihamburkan dalam kondisi hampa udara. Tapi di Bulan masih
ada sumber cahaya lain yang berasal dari Bulan sendiri. Debu di Bulan memiliki
sifat yang khas: yaitu memantulkan kembali cahaya ke arah sumber cahaya
berasal.
Foto Yang Sempurna
Kejanggalan lainnya, foto-foto yang dihasilkan oleh para astronot
terlalu bagus dan hampir sempurna untuk ukuran seorang amatir, belum lagi
kondisinya berbeda dari Bumi. Seorang fotografer profesional saja belum tentu
semua foto yang diambil memiliki hasil sempurna. Kok bisa, para astronom yang
amatir dalam fotografi memiliki hasil foto yang begitu bagus.
Sebelum diberangkatkan ke Bulan, para astronot ini selain
menerima pelatihan untuk beradaptasi dengan kondisi Bulan mereka juga dilatih
bagaimana mengambil foto di Bulan. Awak Apollo 11 dalam penjelajahannya mengambil
sekitar 17000 foto di permukaan Bulan. Ada banyak foto yang gagal, dan tentunya
yang dipublikasikan adalah foto-foto yang dianggap bagus dan berhasil. Sama
seperti seorang fotografer, foto yang dipublikasikan tentunya foto-foto yang
bagus bukan yang gagal.
Bukti Yang Sahih
Salah satu bukti yang tidak bisa disangkal adalah keberadaan
batuan dari Bulan. Sekitar 841 pon batu dibawa dari Bulan untuk diteliti.
Batu-batu ini sangat berbeda dari batu yang ada di Bumi. Penelitian terhadap
batu tersebut bisa menunjukkan asal usul, serta kondisinya yang berada dalam
keadaan tanpa udara dan tanpa air selama ribuan tahun. Tidak ada yang bisa
membuat replika batu seperti ini baik secara alami maupun buatan manusia.
Selain itu batuan ini tidak mungkin berasal dari asteroid karena contoh batuan
yang berasal dari asteroid telah dikoleksi oleh NASA maupun para peneliti di
belahan Bumi lainnya. Batu ini pun bukan berasal dari batu yang jatuh sebagai
meteorit dari angkasa karena batu yang jatuh sebagai meteorite akan dioksidasi
saat melewati atmosfer. Dan ini tidak terjadi pada batu-batu tersebut.
Para ahli geologi dari seluruh dunia telah meneliti batuan
tersebut, dan merupakan hal yang bodoh jika membuat batuan palsu untuk menipu
semua peneliti. Jauh lebih mudah untuk pergi ke Bulan dan mengambil batuan
tersebut dibanding memberi argumentasi palsu melawan semua ahli geologi
sedunia. Para ahli tersebut bukan orang bodoh yang bisa ditipu.
Memang benar Amerika Serikat sebagai negara adikuasa bisa
melakukan apapun untuk menjadi yang terdepan, namun bukan berarti persepsi
seperti ini membuat kita menutup mata terhadap keberhasilan yang telah diraih
oleh dunia sains dan teknologi.
Seandainya pendaratan tersebut memang palsu, apakah NASA
begitu ceroboh sehingga meninggalkan banyak bukti untuk diungkapkan? Jika
bayangan yang muncul di foto salah, mengapa tidak satupun personel NASA yang
menyadarinya?
Mungkin jauh lebih mudah untuk menerima bahwa NASA telah
berulang kali berhasil mengirimkan misi tanpa awak. Tapi juga bukan berarti penerbangan
berawak menjadi sesuatu yang mustahil. Saat ini eksplorasi ruang angkasa tanpa
awak telah berhasil menguak misteri tata surya mini di Saturnus (Saturnus dan
satelit-satelitnya, lihat misi Cassini-Huygens). Perjalanan Misi Deep Impact
berhasil memberi ruang baru untuk menguak misteri komet dan langkah awal untuk
memahami pembentukan Tata Surya. Bahkan direncanakan beberapa tahun lagi, akan
ada misi berawak kembali ke Bulan untuk menjajaki kemungkinanan hidup di Bulan.
Misi ini akan menjadi misi awal sebelum melangkah ke Mars. Mungkin setelah
Mars, hanya hitungan waktu dan Titan akan menjadi sasaran koloni berikutnya.
0 komentar:
Posting Komentar