SATURNUS adalah planet keenam dalam tata surya dan merupakan
planet terjauh yang telah dikenal manusia sebelum ditemukannya teleskop.
Cahayanya yang terang di kelamnya langit malam memudahkan mata manusia untuk
mengenalinya.
Saturnus |
Dalam legenda Romawi, Saturnus merupakan Dewa Kemakmuran.
Dalam legenda Yunani disebut Cronus atau Kronos. Saturnus adalah anak dari
Uranus dan Ayah dari pimpinan para Dewa (Zeus). Kata Saturnus merupakan akar
dari nama hari ketujuh,
Jika planet Mars dikenal oleh astrolog sebagai Dewa Perang
dan planet lambang agresivitas dan kekejaman, maka Saturnus dikenal sebagai
planet kematian dan kehancuran. Seperti halnya Mars, Saturnus juga menunjukkan
gerak balik (retrograde) setiap menjelang oposisi yang menjadi tanda tanya
besar dalam konsep geosentris. Saturnus beroposisi sekitar 1 tahun 12 hari
sekali, berarti lebih cepat dibandingkan dengan Mars. Hal ini bisa dimengerti
karena dari Bumi jarak Saturnus lebih jauh dibandingkan dengan Mars.
Keberadaan cincin yang mengelilinginya menjadikan Saturnus sebagai planet yang terindah dan termegah dibandingkan dengan delapan planet lainnya. Keberadaan cincin itu baru diketahui setelah Galileo mengarahkan teleskopnya dengan pembesaran 20 kali ke Saturnus. Dengan berbekal teleskop kecil ataupun binokuler, keberadaan cincin raksasa tersebut dapat dilihat.
Keberadaan cincin yang mengelilinginya menjadikan Saturnus sebagai planet yang terindah dan termegah dibandingkan dengan delapan planet lainnya. Keberadaan cincin itu baru diketahui setelah Galileo mengarahkan teleskopnya dengan pembesaran 20 kali ke Saturnus. Dengan berbekal teleskop kecil ataupun binokuler, keberadaan cincin raksasa tersebut dapat dilihat.
Dengan diameter ekuator 120.536 km (9,5 kali dari ekuator
Bumi), Saturnus merupakan planet terbesar kedua setelah Yupiter. Namun,
diameter kutubnya 10 persen lebih kecil. Hal ini disebabkan komposisi Saturnus
didominasi oleh gas (hidrogen, helium, metana, dan amonia) dan berotasi cukup
cepat, kurang dari 11 jam. Bandingkan dengan Bumi yang lebih kecil dan
memerlukan waktu sekitar 24 jam untuk berotasi.
Massa jenis Saturnus (0,7) juga lebih kecil dibandingkan dengan air, sehingga jika Saturnus diletakkan di tempayan air raksasa, maka Planet Saturnus akan terapung. Awan Saturnus, seperti halnya Jupiter, berotasi dengan kecepatan yang berbeda-beda bergantung dari posisi lintangnya. Di daerah ekuator rotasi awan sekitar 10 jam 14 menit. Saturnus juga mempunyai spot raksasa, seperti red spot di Jupiter, yang dikenal sebagai Great White Spot. Hanya saja penampakan spot raksasa tersebut hanya dijumpai sekitar 30 tahun sekali. Terakhir kali teramati terjadi pada bulan September 1990.
Massa jenis Saturnus (0,7) juga lebih kecil dibandingkan dengan air, sehingga jika Saturnus diletakkan di tempayan air raksasa, maka Planet Saturnus akan terapung. Awan Saturnus, seperti halnya Jupiter, berotasi dengan kecepatan yang berbeda-beda bergantung dari posisi lintangnya. Di daerah ekuator rotasi awan sekitar 10 jam 14 menit. Saturnus juga mempunyai spot raksasa, seperti red spot di Jupiter, yang dikenal sebagai Great White Spot. Hanya saja penampakan spot raksasa tersebut hanya dijumpai sekitar 30 tahun sekali. Terakhir kali teramati terjadi pada bulan September 1990.
Perubahan Cincin Saturnus Bingungkan Ilmuwan
Cincin Saturnus merupakan daya tarik tersendiri bagi
pengamat. Cincin Saturnus dapat dikelompokkan menjadi tujuh lapis, namun
pengamat dari Bumi hanya dapat mengenali tiga lapisan cincin yang mengelilingi
Saturnus.
Ketiga cincin itu (dari luar ke dalam) umumnya disebut sebagai cincin, A, B, dan C. Di samping tiga lapis cincin, juga terdapat dua daerah pembatas gelap yang disebut sebagai Encke Division dan Cassini Division. Encke Division berada dalam cincin A, sedangkan Cassini Division yang lebih lebar memisahkan antara cincin A dan cincin B.
Ketiga cincin itu (dari luar ke dalam) umumnya disebut sebagai cincin, A, B, dan C. Di samping tiga lapis cincin, juga terdapat dua daerah pembatas gelap yang disebut sebagai Encke Division dan Cassini Division. Encke Division berada dalam cincin A, sedangkan Cassini Division yang lebih lebar memisahkan antara cincin A dan cincin B.
Cincin Saturnus sangat lebar. Bisa dibayangkan betapa
lebarnya cincin Saturnus, cincin A dan B-nya saja sekitar 14.600 km dan 25.500
km yang berarti jauh lebih besar dibandingkan dengan diameter Bumi yang hanya
12.756 km. Meski begitu, cincin itu sangat tipis sehingga jika Saturnus dalam
posisi edge on pada arah pandang kita, maka keberadaan cincin tersebut hampir
tidak teramati. Cincin itu tampak seperti lembaran padat yang terbentuk dari
jutaan potongan es yang mendesing mengelilingi planet dengan kecepatan tinggi.
Observasi baru yang dilakukan wahana ruang angkasa Cassini
menunjukkan bahwa cincin-cincin elok yang menjadi ciri Planet Saturnus dan
membuat takjub para astronom sejak jaman Galileo telah mengalami perubahan
dramatis dalam 25 tahun terakhir ini.
Diantara temuan yang paling mengejutkan adalah adanya bagian
cincin-cincin terdalam Saturnus yang berangsur meredup dibanding ketika wahana
Voyager pertama kali mendekatinya tahun 1981. Selain itu bagian-bagian cincin
ini sepertinya bergerak ke dalam sejauh 200 kilometer mendekati Saturnus.
Hingga saat ini para peneliti masih mencari tahu apa yang
menyebabkan perubahan-perubahan tersebut. Salah satu yang mereka khawatirkan
adalah cincin Saturnus berangsur-angsur akan hilang.
“Saya tidak mengatakan cincin-cincin Saturnus akan hilang
dalam waktu dekat. Namun gejala ini memberi tahu kita bahwa cincin Saturnus
berevolusi dan sejauh mana mereka bertahan,” kata ilmuwan Linda Spilker.
Spilker bersama para peneliti lain mendiskusikan temuan-temuan Cassini dalam suatu pertemuan divisi ilmu-ilmu perplanetan American Astronomical Society di Cambridge, Inggris.
Spilker bersama para peneliti lain mendiskusikan temuan-temuan Cassini dalam suatu pertemuan divisi ilmu-ilmu perplanetan American Astronomical Society di Cambridge, Inggris.
Para peneliti tertarik pada cincin Saturnus karena cincin
ini merupakan model piringan debu dan gas yang dahulu pernah mengelilingi
Matahari. Dengan mempelajarinya, para peneliti berharap bisa mendapatkan
petunjuk mengenai bagimana planet-planet terbentuk dari piringan itu 4,5 milyar
tahun lalu.
Penelitian cincin Saturnus dilakukan menggunakan wahana
tanpa awak Cassini yang saat ini berada di sekitar planet tersebut. Misi
Cassini yang bernilai 3,3 milyar dollar didanai oleh NASA beserta Badan
Antariksa Eropa dan Italia.
Gelombang Terlihat di Cincin Saturnus
Gelombang Terlihat di Cincin Saturnus
Foto-foto terbaru yang diambil wahana ruang angkasa Cassini
kembali memperlihatkan pola kusut yang berombak pada salah satu cincin Planet
Saturnus dan adanya debu-debu cincin yang ditarik oleh salah satu bulan planet
itu. Pola bergelombang terlihat jelas dibanding foto sebelumnya, dan
pengambilan materi cincin tertangkap lebih nyata.
Fenomena di samping diduga keras disebabkan oleh bulan Saturnus yang bernama Prometheus.
Fenomena di samping diduga keras disebabkan oleh bulan Saturnus yang bernama Prometheus.
Seperti diketahui, material di cincin Saturnus berupa es dan
batu seukuran debu hingga sebesar gunung mengorbit planet itu dalam jalur datar
yang terpisah-pisah menjadi beberapa cincin. Di cincin F, gaya tarik Prometheus
diduga menyebabkan sebagian material tersedot sehingga jalur cincin menjadi
bergelombang. Dugaan para ilmuwan itu kini diperkuat dengan adanya foto yang
memperlihatkan jalur samar-samar material yang bergerak dari cincin F ke arah
Prometheus akibat gaya tarik bulan tersebut. Bulan berbentuk kentang ini
berukuran hanya sekitar 102 kilometer, namun gaya tariknya cukup untuk
mengacaukan jalur cincin F.
Kejadian di atas bukanlah pertama kalinya Prometheus mencuri
sesuatu. Dalam mitologi Yunani, Prometheus diceritakan mencuri api dari para
Dewa dan memberikannya pada kematian.
Kekusutan jalur di cincin F terlihat jelas dalam suatu
animasi 44 gambar yang diambil dengan selang waktu 3 menit. Cincin-cincin
terlihat miring karena wahana bergerak ke selatan dan menjauh dari planet
selama dua jam sesi pemotretan.
Titan hanyalah satu dari 18 satelit milik Saturnus yang
ditemukan oleh astronom berkebangsaan Belanda, Christian Huygens, pada tahun
1655. Huygens juga yang kemudian menemukan cincin planet ini, suatu penampakan
yang juga pernah diamati oleh Galileo Galilei dan dipahaminya sebagai bentuk
dari planet Saturnus. Selain sebagai satelit Saturnus yang terbesar, dengan
diameter 5150 kilometer satelit ini lebih besar daripada planet Merkurius dan
Pluto, yang membuatnya menarik adalah keberadaan atmosfer di angkasanya.
Sebenarnya bukan hanya Titan, satelit alami yang memiliki selubung gas. Selain
satelit Saturnus ini masih ada Io dan Triton, salah satu satelit Jupiter dan
Neptunus, yang juga memiliki atmosfer. Bedanya, atmosfer Io yang terdiri atas
sulfur bersifat tidak stabil. Atmosfer ini dihasilkan secara sporadis dari
aktifitas gunung berapi yang terdapat di sana. Sedangkan atmosfer Triton,
meskipun hasil penelitian mengungkap kemungkinan keberadaan atmosfer nitrogen
tipis, masih kurang kompleks bila dibandingkan dengan atmosfer Titan.
Pengamatan visual terhadap Titan pada tahun 1908 oleh Jose
Comas Sola melalui efek penggelapan tepi, mengindikasikan keberadaan atmosfer
yang rapat di angkasa satelit ini. Efek penggelapan tepi adalah pengurangan
intensitas cahaya yang berasal dari suatu sumber. Intensitas cahaya tersebut
semakin berkurang ke arah tepi dengan intensitas terbesarnya terdapat di pusat
piringan. Karena satelit seperti halnya planet adalah benda gelap alias tidak
memancarkan sinar sendiri seperti bintang-bintang, berarti cahayanya yang
sampai ke mata kita adalah pantulan sinar Matahari. Dari spektrum
inframerah-dekat, pada tahun 1944 astronom Amerika kelahiran Belanda, Gerard
Kuiper, mengidentifikasi adanya senyawa metana di atmosfer Titan. Berikutnya, di
permulaan tahun 1970, Lewis menyatakan kemungkinan keberadaan nitrogen
berdasarkan model termokimia.
Saat pesawat ruang angkasa Voyager I mendekati Titan pada tahun 1980, permukaan satelit ini tidak dapat diamati karena tebal dan rapatnya lapisan awan. Awan yang mencapai ketebalan 40 kilometer ini menyelimuti seluruh permukaan Titan. Meskipun demikian, Voyager I berhasil memberikan informasi tentang temperatur, profil tekanan, dan komposisi atmosfer. Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa atmosfer Titan didominasi oleh nitrogen juga diidentifikasi kehadiran hidrokarbon dalam jumlah yang signifikan. Berada di bawah kondisi hujan radiasi ultraviolet dari Matahari dan sinar kosmik berenergi tinggi serta bombardir elektron dari magnetosfer planet induk, di atmosfer satelit Saturnus ini akan berlangsung reaksi fotokimia seperti yang dulu pernah terjadi di atmosfer Bumi masa purba. Sebagai hasil proses fotokimia di atas adalah hadirnya molekul-molekul kompleks di atmosfer Titan yang masih terus berevolusi. Kondisi atmosfer seperti ini analog dengan yang dulu pernah terjadi di atmosfer Bumi sebelum munculnya kehidupan. Karena alasan inilah di samping alasan lain, yakni diindikasikannya kandungan hidrokarbon cair berupa danau metana dan etana pada temperatur 200º C di permukaan, Titan menjadi target misi ruang angkasa ambisius NASA dan ESA yang pernah ada.
Saat pesawat ruang angkasa Voyager I mendekati Titan pada tahun 1980, permukaan satelit ini tidak dapat diamati karena tebal dan rapatnya lapisan awan. Awan yang mencapai ketebalan 40 kilometer ini menyelimuti seluruh permukaan Titan. Meskipun demikian, Voyager I berhasil memberikan informasi tentang temperatur, profil tekanan, dan komposisi atmosfer. Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa atmosfer Titan didominasi oleh nitrogen juga diidentifikasi kehadiran hidrokarbon dalam jumlah yang signifikan. Berada di bawah kondisi hujan radiasi ultraviolet dari Matahari dan sinar kosmik berenergi tinggi serta bombardir elektron dari magnetosfer planet induk, di atmosfer satelit Saturnus ini akan berlangsung reaksi fotokimia seperti yang dulu pernah terjadi di atmosfer Bumi masa purba. Sebagai hasil proses fotokimia di atas adalah hadirnya molekul-molekul kompleks di atmosfer Titan yang masih terus berevolusi. Kondisi atmosfer seperti ini analog dengan yang dulu pernah terjadi di atmosfer Bumi sebelum munculnya kehidupan. Karena alasan inilah di samping alasan lain, yakni diindikasikannya kandungan hidrokarbon cair berupa danau metana dan etana pada temperatur 200º C di permukaan, Titan menjadi target misi ruang angkasa ambisius NASA dan ESA yang pernah ada.
ASAL MULA CINCIN SATURNUS
Sekelompok peneliti asal Southwest Research Institute di
Boulder, Colorado, Amerika Serikat mengungkapkan teori baru seputar terbentuknya
cincin planet Saturnus. Teori yang mereka temukan itu telah dipublikasikan di
jurnal Nature.
Seperti diketahui, asal muasal cincin Saturnus merupakan salah satu misteri yang ada di tata surya kita yang belum terpecahkan sampai saat ini. Akan tetapi, dari bukti-bukti yang baru ditemukan, kemungkinan cincin itu terbentuk sebagai hasil dari “pembunuhan” kosmik.
Diperkirakan, korbannya adalah bulan yang belum diketahui namanya, yang hilang sekitar 4,5 juta tahun lalu. Tersangkanya adalah piringan gas hidrogen yang sempat hadir di sekeliling Saturnus, saat puluhan bulan milik planet itu terbentuk, dan kini telah menghilang. Adapun penyebab kematian bulan yang malang itu adalah dorongan yang menyemplungkannya ke Saturnus.
“Cincin spektakuler yang penuh warna itu merupakan bukti yang tersisa,” kata Robin Canup, astronom dari Southwest Research Institute, seperti dikutip dari Nature, 13 Desember 2010. “Saat bulan itu menuju kematian, Saturnus merampas lapisan es terluar milik bulan itu dan membentuk cincin,” ucapnya.
Seperti diketahui, asal muasal cincin Saturnus merupakan salah satu misteri yang ada di tata surya kita yang belum terpecahkan sampai saat ini. Akan tetapi, dari bukti-bukti yang baru ditemukan, kemungkinan cincin itu terbentuk sebagai hasil dari “pembunuhan” kosmik.
Diperkirakan, korbannya adalah bulan yang belum diketahui namanya, yang hilang sekitar 4,5 juta tahun lalu. Tersangkanya adalah piringan gas hidrogen yang sempat hadir di sekeliling Saturnus, saat puluhan bulan milik planet itu terbentuk, dan kini telah menghilang. Adapun penyebab kematian bulan yang malang itu adalah dorongan yang menyemplungkannya ke Saturnus.
“Cincin spektakuler yang penuh warna itu merupakan bukti yang tersisa,” kata Robin Canup, astronom dari Southwest Research Institute, seperti dikutip dari Nature, 13 Desember 2010. “Saat bulan itu menuju kematian, Saturnus merampas lapisan es terluar milik bulan itu dan membentuk cincin,” ucapnya.
Menurut Joe Burns, astronom asal Cornell University, Amerika
Serikat, yang tidak terlibat dalam penelitian, misteri cincin Saturnus menjadi
teka-teki bagi umat manusia selama beberapa abad. Meski demikian, Burns
menyebutkan, teori yang dikemukakan Canup dan timnya masuk akal.
Sebelum ini, teori yang mengemuka adalah bulan-bulan Saturnus saling bertumbukan atau asteroid telah menabrak ke beberapa bulan itu. Debu dan partikel pecahannya lah yang kemudian membentuk cincin.
Yang jadi masalah, bulan-bulan milik Saturnus terdiri dari separuh es dan separuh bebatuan, sedangkan ketujuh cincin yang dimiliki planet itu 95 persennya terdiri dari es. “Bahkan mungkin sebelumnya seluruh material cincin itu adalah es,” ucapnya.
Sebelum ini, teori yang mengemuka adalah bulan-bulan Saturnus saling bertumbukan atau asteroid telah menabrak ke beberapa bulan itu. Debu dan partikel pecahannya lah yang kemudian membentuk cincin.
Yang jadi masalah, bulan-bulan milik Saturnus terdiri dari separuh es dan separuh bebatuan, sedangkan ketujuh cincin yang dimiliki planet itu 95 persennya terdiri dari es. “Bahkan mungkin sebelumnya seluruh material cincin itu adalah es,” ucapnya.
Jika cincin terbentuk dari tabrakan antar bulan atau
asteroid yang menabrak bulan, seharusnya ada lebih banyak bebatuan di cincin
planet Saturnus. “Sesuatu telah merampas es milik sebuah bulan yang besar dan
meninggalkan es itu menjadi cincin Saturnus,” ucap Canup.
Cincin Saturnus sendiri, menurut Canup, awalnya 10 sampai
100 kali lebih besar dibanding saat ini. “Sejalan dengan waktu, es di bagian
luar cincin telah menyatu ke dalam beberapa bulan milik Saturnus,” kata Canup.
“Berarti, apa yang dimulai dari bulan, telah menjadi cincin, dan kini kembali
menjadi bulan,” ucapnya.
Seperti diketahui, Saturnus saat ini memiliki 62 buah bulan, dan 53 buah di antaranya sudah memiliki nama.
Seperti diketahui, Saturnus saat ini memiliki 62 buah bulan, dan 53 buah di antaranya sudah memiliki nama.
Read more: http://sainsmystery.blogspot.com/2010/12/asal-mula-terbentuknya-cincin-saturnus.html#ixzz1krFlKJqk
0 komentar:
Posting Komentar